Petualangan ke Gunung Bromo ini kami lakukan di liburan semester saat aku kelas 1 SMA. Kami menganggap perjalanan ini sebagai petualangan karena awalnya tidak ada niatan ke sana. Kisahnya seperti ini......
Liburan semester dimulai dan aku naik kekelas 2 SMU, ketika itu bangsa Indonesia selesai mengadakan pesta pemilu. Malam hari ketika aku dan kakakku berbincang tentang Gunung Bromo, aku jadi ingin tahu icon pariwisata yang terkenal di Jawa Timur itu. Aku tidak punya uang sepeserpun, tetapi untungnya kakakku barusaja menerima honorarium dari menjadi KPPS saat pemilu, lalu kami putuskan besok pagi berangkat ke Bromo.
Keesokan harinya setelah Sholat Subuh kami menghubungi 3 teman, dan semuanya hanya memiliki uang yang sedikit.....hebatnya petualangan ini dimulai.
Setelah sarapan, kami berlima berangkat dari rumah( dilereng Gunung Ringgit, Gucialit - Lumajang )dengan berjalan kaki menuruni lereng gunung dan sampai di daerah Sawaran Kulon (kurang lebih 7 Km), dari Sawaran kulon kami numpang naik Truk perkebunan menuju Klakah ( inipun gratis ).
Dari Klakah kami naik Bus menuju ke terminal Probolinggo perjalanan ini memakan waktu 20 menit dari Klakah. Di terminal Bayuangga-Probolinggo, kami mencari kendaraan yang akan menuju ke Bromo, ada minibus yang akan kesana tetapi menunggu agak lama sampai penumpangnya penuh. Karena kami penumpang yang pertama maka aku mencari tempat duduk dimuka samping pak sopir, sehingga aku bisa melihat dengan leluasa segala pemandangan yang nantinya terlihat saat perjalanan menuju Bromo.
Minibus berangkat dari Terminal Bayuangga-Probolinggo kurang lebih jam 8. 30 pagi melewati jalan yang beraspal. sepanjang perjalanan yang mengesankan itu, tak henti-hentinya pandangan aku lemparkan ke hamparan ladang sayuran yang terhampar di lereng-lereng bukit. Semakin ke atas jalanan semakin sempit, dan setiap kali mobil berpapasan salah satu harus berhenti. jika kedua mobil tidak ada yang mau mengalah maka caranya harus mepet ke tepian jalan, dan ini yang membuat jantung deg-degan karena jurang yang dalam ada di samping kiri jalan siap menerima dengan senang hati.
Alhamdulillah minibus yang kami tumpangi sampai dengan selamat di Cemara Lawang( daerah terakhir yang bisa dicapai mobil jika lewat Probolinggo-Jawa Timur)pukul 11.30. Penumpang terakhir adalah kami, ketika kami turun dari mobil disambut debu yang membawa aroma belerang, aku berfikir sudah dekat dengan Bromo.
Di Cemara Lawang kami melihat kagum pemandangan ke arah Bromo yang dikelilingi lauatan pasir serta latar belakang Gunung semeru nun jauh di selatannya, diantara hembusan angin gunung yang kering beradu dengan suhu dingin, sungguh merupakan karunia Allah SWT yang sungguh menakjubkan. (Subhanallah, Allahu Akbar !).
Setelah itu kami melihat-lihat sejarah terbentuknya Gunung Bromo yang ada di papan pengumuman yang terpasang disana.
Setelah puas melihat -lihat diCemara Lawang, kami berlima melanjutkan ke Gunung Bromo dengan berjalan kaki melewati lautan pasir yang gersang dan sesekali debu pasir menerpa kami hanya berbekal 1 botol air mineral yang kami beli di Cemara Lawang. Berjalan di lautan pasir yang gersang diantara lereng-lereng gunung seolah-olah kami berjalan di padang pasir.
Setelah beberapa lama kami berjalan mengarungi lautan pasir, kami sampai di kaki Gunung Batok yang terdapat Pura bagi umat Hindu suku Tengger.
Kami ingin tahu bagaimana suasana di dalam pura tersebut, karena pura dalam keadan terkunci maka kami berlima memutuskan memanjat pagar pura sehingga bisa masuk kedalamnya. Sampai di dalam pura kami melihat-lihat dan berkeliling dari satu sudut -kesudut lainnya, akhirnya kami naik ke menara yang ada disalah satu sisi pura. Kami melepas lelah disana sambil melihat orang yang naik kuda atau mobil jeep sewaan yang berlalu lalang dari Cemara Lawang. Bekal yang hanya sebotol air mineral kami bagi untuk berlima.
Setelah rasa lelah hilang, kami keluar dari pura dengan kembali memanjat pagar. Lalu kami berlima meneruskan pendakian menuju puncak Bromo dengan menaiki ratusan anak tangga dan bertemu dengan pak tua penjual kopi, kami ngobrol sebentar dengan pak tua tersebut. Beberapa saat kemudian kami sampai di puncak Gunung Bromo. Asap mengepul dari dalam kaldera gunung mengeluarkan bau khas belerang. Kami melihat ke berbagai penjuru pemandangan yang terlihat dari puncak Bromo, yang ada hanya hembusan angin kering dan suasana gersang dan hening. Dari Puncak Bromo kami berlomba melempar batu agar tepat jatuh di dalam kaldera. Lama kami berada di sana menikmati keindahan alam Tengger.
Setelah puas menikmati pemandangan alam dari puncak Bromo, kami turun dan ketempat toilet umum, sayangnya keadaannya tidak ada air. Di toilet tersebut temanku menemukan topi khas daerah pegunungna dan langsung dipakainya. Kami kembali menyeberangi lautan pasir untuk kembali ke Cemoro Lawang. dari Cemoro lawang kami naik MPU ke terminal Bayuangga - Probolinggo, dengan perut yang belum terisi sejak sarapan pagi dirumah.
Sampai di terminal Bayuangga - Probolinggo kami membeli beberapa kue, untuk mengganjal perut dan air mineral. Kami berunding untuk menginap di rumah kenalan yang ada di Probolinggo, kami menaiki angkutan kota untuk mencarinya, sayangnya kami lupa tempatnya. akhirnya kami kembali ke terminal dan memutuskan pulang, dari Probolinggo kami naik Bis ke Klakah. sampai di Klakah kami bertemu dengan teman dari satu desa yang sudah menikah disana, akhirnya kami naik becak milik teman kami ke rumahnya ( bayangkan satu becak dinaiki 6 orang ......sungguh nekat dan terlalu ). akhirnya malam itu kami menginap di rumah teman kami tersebut.
Pagi harinya kami dibuatkan sarapan oleh tuan rumah. Sebelum kami berpamitan kami berlima memutuskan dengan sisa uang yang masih ada untuk membelikan tuan rumah oleh-oleh yaitu beberapa kilo gula pasir. Kami berlima sudah tidak memiliki uang, akhirnya untuk kembali pulang kerumah kami numpang naik mobil truk yang membawa muatan pasir kedaerah kami.
Alhamdulillah siang itu kami sampai dirumah dengan selamat........cerita berakhir sampai disini.......
Setelah puas menikmati pemandangan alam dari puncak Bromo, kami turun dan ketempat toilet umum, sayangnya keadaannya tidak ada air. Di toilet tersebut temanku menemukan topi khas daerah pegunungna dan langsung dipakainya. Kami kembali menyeberangi lautan pasir untuk kembali ke Cemoro Lawang. dari Cemoro lawang kami naik MPU ke terminal Bayuangga - Probolinggo, dengan perut yang belum terisi sejak sarapan pagi dirumah.
Sampai di terminal Bayuangga - Probolinggo kami membeli beberapa kue, untuk mengganjal perut dan air mineral. Kami berunding untuk menginap di rumah kenalan yang ada di Probolinggo, kami menaiki angkutan kota untuk mencarinya, sayangnya kami lupa tempatnya. akhirnya kami kembali ke terminal dan memutuskan pulang, dari Probolinggo kami naik Bis ke Klakah. sampai di Klakah kami bertemu dengan teman dari satu desa yang sudah menikah disana, akhirnya kami naik becak milik teman kami ke rumahnya ( bayangkan satu becak dinaiki 6 orang ......sungguh nekat dan terlalu ). akhirnya malam itu kami menginap di rumah teman kami tersebut.
Pagi harinya kami dibuatkan sarapan oleh tuan rumah. Sebelum kami berpamitan kami berlima memutuskan dengan sisa uang yang masih ada untuk membelikan tuan rumah oleh-oleh yaitu beberapa kilo gula pasir. Kami berlima sudah tidak memiliki uang, akhirnya untuk kembali pulang kerumah kami numpang naik mobil truk yang membawa muatan pasir kedaerah kami.
Alhamdulillah siang itu kami sampai dirumah dengan selamat........cerita berakhir sampai disini.......
wah itu namanya nekat mas bro, tidak punya uang kok plesiran ke tempat wisata...tapi sekarang saja banyak yang kenegara lain dengan uang yang minim ( backpaker ) atau apa deh namanya.
BalasHapusTrims komentnya untuk anomimous,,,,,,,ya namanya juga masih muda saat SMU, jadi biasanya nekat. Kalau tidak begitu ya tidak pernah sampai Bromo. tapi jadia asyik lho yang agak berpetualang begitu.
HapusSiiip... mas bro... saya dulu waktu SMA sampai kuliah... malah kalo petualangan selalu tanpa modal... istilah kami dulu "Liften" alias nunut-nunut & nggandol truk... bahkan naik kereta api juga nggak pernah bayar... itu sekitar th.74-80 an... kenangan masa muda / remaja yang tak terlupakan... Salam kenal... dan... Salam Lestari
BalasHapusSalam kenal juga mas.... ya itulah masa muda selalu cari sensasi, dan hanya orang yang mau mencoba berpetualang yang punya pengalaman yang tak terlupa.
BalasHapus