Rabu, September 05, 2012

Lebaran di desa

          Oleh : Wong Gunungan           



            Lebaran kali ini saya dan keluarga sengaja merayakannya di kampung halaman saya ( desa Jeruk, Gucialit-Lumajang) karena anak saya yang kedua masih kecil, sehingga kalau ditempuh dari Jember relatif dekat. Lebaran merupakan saat yang kami nantikan karena kami bisa kumpul dengan saudara dan sanak keluarga.
           Di desa saya lebaran begitu meriah. Begitu ada keputusan pemerintah tentang Hari Raya Idul Fitri, maka sehari sebelumnya setiap rumah pasti mencari janur ( daun kelapa yang masih muda ) untuk membuat bungkus ketupat  ( kupat,jw). bentuknya bermacam-macam tergantung keahlian pembuat ) dan nama ketupat juga bermacam-macam tergantung bentuknya, ada kupat lungguh, kupat bawang, kupat sintha, kupat luar, kupat kodhok. dan bungkus lontong yang biasanya dari daun pisang atau godhong angkrik ( sejenis perdu hutan yang daunnya lebar ).
           Malam lebaran terjadi kesibukan yang luar biasa, suara takbir dari pengeras suara yang ada di langgar/mushola banyak terdapat di kampungku ramai bersahutan sampai larut malam. Biasanya orang lelaki mengantarkan zakat fitrah ke masjid atau ke rumah pak ustadz untuk anggota keluarganya, Ibu-ibulah yang malam itu paling sibuk, sebab ia harus mengisi bungkus kupat dan lontong lalu menanaknya hingga masak ( memasaknya sekitar 5 jam memakai kayu bakar ), setelah kupat dan lontong masak, masih harus mengolah daging sapi/ayam menjadi rawon atau gulai untuk menjamu sanak keluarga yang datang bersilaturahmi esok paginya.
          Sebelum fajar tiba, biasanya ibu-ibu mulai lagi dengan aktivitas memasaknya. Menanak nasi dan lauknya untuk dibuat kenduri di langgar atau masjid setelah selesai Sholat Id ( Mbruwah, Jw ).setelah Sholat Subuh suara takbir berkumandang lagi dari pengeras suara yang ada di langgar dan masjid. Pukul 06.30 Sholat Id di mulai dan berakhir pukul 07.00. Setelah sholad Id selesai barulah orang laki-laki mengantarkan ambeng ( tampah/nampan besar yang berisi makanan ) ke langgar/masjid tempat ia tadi sholat untuk kenduri bersama ( mbruwah ) karena berhasil menyelesaikan ibadah di bulan romadhon.
          Setelah acara mbruwah, orang-orang yang ada yang meramaikannya dengan menyulut rentengan (jw) sejenis petasan yang disambung dengan benang sehingga panjangnya mencapai 5-7 meter, petasan kecil di bawah dan semakin ke atas semakin besar ukurannya dan terakhir petasan yang besarnya sebesar kaleng susu milk. Sebelum disulut rentengan, di gantung dulu di bambu yang panjang agar bagian bawahnya tidak menyentuh tanah, barulah rentengan tersebut disulut, suara hingar-bingar menarik orang dewasa dan anak-anak untuk melihatnya. Bau bubuk mesiu dan asap bercampur diudara. Jika rentengan habis, anak-anak berlari menuju tempat rentengan tadi untuk memungut petasan yang gagal berbunyi, untuk disulut ulang.
          Acara selanjutnya sampai 7 hari yaitu silaturahmi antar tetangga dan kerabat, baik yang dekat maupun jauh. selama 7 hari, orang-orang tidak ada yang bekerja ( hanya karyawan perkebunan yang bekerja karena terkait dengan cuti bersama ), mereka hanya sekedar mencari pakan ternak bagi yang punya ternak. Acara lebaran berakhir saat Riyaya Kupat, ( hari raya ketupat) yaitu kenduri ketupat dengan lauk pauknya yang dilakukan di hari ketujuh setelah Hari Raya Idul Fitri. Setelah itu barulah orang-orang mulai bekerja seperti biasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar